Asisten Rumah Tangga
Saya sempat mempekerjakan seorang asisten rumah tangga ketika baru melahirkan anak kedua. Alasannya, biar saya gak keteter mengasuh anak-anak. Jadi, kayaknya mulai butuh bantuan asisten. Suatu malam, saya tidak sengaja mendengar asisten saya itu sedang ngobrol dengan asisten mamah.
"Kita jangan takut kalau ditegur sama majikan. Merekalah yang butuh kita. Kalau kita gak ada pasti mereka kerepotan," kata asisten saya. Asisten mamah yang lebih lugu hanya terdengar iya-iya ajah.
Besoknya, saya menasehati dia. Saya katakan kalau kedua pihak saling membutuhkan. Saya jelas membutuhkan tenaganya. Dan, dia bekerja pasti karena membutuhkan biaya. Asisten saya itu akhirnya gak bekerja lama. Bukan karena saya berhentikan, tapi memang dia juga yang pengen berhenti. Ya, sudah lah. Saya juga rasanya sudah mulai bisa menyesuaikan lagi mengasuh anak dan mengurus rumah tanpa asisten.
Beberapa bulan lalu, saya berada dikantin sekolah. Makan baso sambil menunggu anak-anak pulang sekolah. Berkumpulah beberapa orang asisten. Karena saya gak kenal nama-namanya, saya sebut aja pakai nomor, ya.
Art #1: "Hei, pengantin baru! Kok, cepet banget udah masuk kerja lagi."
Art #2: "Mana boleh lama-lama saya izin, Mbak. Paling 2 minggu aja."
Art #1: "Eh, harusnya kamu minta gak masuk paling cepet tuh sebulan. Majikan harus nurutin, lah. Kan, mereka yang butuh kita."
Saya yang sedang makan baso, geleng-geleng dalam hati. "Hmmm... begitu, ya, cara berpikir beberapa asisten? Orang kantoran aja gak bisa seenaknya cuti." Ya, memang gak bisa dipukul rata semua asisten begitu. Tapi, yang berpikir begitu juga ada.
Perusahaan Jasa
Baru-baru ini saya membaca tentang salah satu maskapai yang menelantarkan penumpangnya. Kemudian melayani penumpang tersebut dengan tidak layak. Seolah-olah 'lo kan yang butuh'.
Saya juga beberapa kali pernah melakukan komplen ke beberapa perusahaan jasa. Merasa sebagai pelanggan tidak mendapatkan hak yang tepat. Ya, memang gak semua perusahaan yang bergerak di bidang jasa mengecewakan servicenya. Banyak juga yang bagus.
Sayangnya dibeberapa usaha jasa mulai dari tenaga asisten rumah tangga hingga perusahaan jasa yang besar sekalipun masih berpikir "Siapa Butuh Siapa?". Seringkali pelanggan yang menggunakan jasa dirugikan. Dianggap merasa butuh jasa mereka. Apalagi kalau yang membutuhkan jasa itu gak punya pilihan lain. Jadi, terpaksa menerima walopun hati gak rela.
Menurut saya, dalam usaha jasa seharusnya tidak berpikir "Siapa Butuh Siapa". Tapi, berpikirlan "Saling Membutuhkan". Pelanggan jelas membutuhkan jasa. Tapi, kan ada kompensasi yang dibayar oleh pelanggan alias gak gratisan. Jadi, sama-sama membutuhkan. Ya, semoga aja semakin kesini semakin berkurang asisten maupun perusahaan yang berpikir "Siapa Butuh Siapa."
Note: Saya membahas dari sisi yang membutuhkan jasa, ya. Walopun ada juga majikan yang tega tidak membayar hak asistennya. Ada juga pelanggan yang semena-mena. Tapi, itu nanti bahasan yang berbeda :)
Jadi inget omongan teman kemarin, Art nya mau balik dari mudik jika gajinya dinaikkan dan dikuliahkan. Art sekarang banyak maunya, ckckck. Tapi emang ga semua Art begitu sih, ada juga yg ga banyak mau seperti Art Kakak dan Teman kantor yg lain. Art nya udah kaya sodara, ngemong anaknya seperti anak sendiri.
ReplyDeleteMakanya saya jadi ikutan pusing karena sepertinya terpaksa cari Art untuk persiapan anak kedua. :(
Tak ubahnya dengan seorang Costumer Service siapa yang memuji akan ada imbalannya, siapa yang mengadu otomatis dicekalnya hihihi.. semua berbalik pada tindakan dan pandangan kita ya mak Myra..
ReplyDeletewah nglunjak tu asisten, baru jadi asisten aja gt apalagi jadi majikan ntar hehe.. pecat aja mak!!!! hahaha
ReplyDelete